Ingin rumah terang sekaligus hemat listrik? Jangan sia-siakan potensi matahari tropis.
Namun, jangan gegabah memasukkan cahaya, karena bila tidak tepat justru dapat memboroskan energi.
Seorang ibu membuat bukaan berlapis kaca seluas 4 m2 di langit-langit ruang tamu.
Terang yang optimal berhasil ia dapatkan, tapi panas dalam ruang cukup mengganggu—terutama ketika matahari bersinar terik.
Untuk mengatasi panas yang menyengat, si ibu terpaksa memasang AC di ruang tamu
Hasilnya, suhu di ruang tamu menjadi agak sejuk, tapi masih terasa panas sehingga AC harus terus menyala dengan suhu yang cukup rendah!
Keinginan untuk mendapatkan terang ideal telah terpenuhi tapi tingginya suhu dalam ruang telah menghabiskan banyak energi dan biaya.
Kisah nyata ini menggambarkan bahwa memasukkan cahaya ke dalam rumah tanpa perencanaan yang baik justru menciptakan ketidaknyamanan.
Masalah utama saat mendesain pencahayaan alami di rumah adalah bagaimana mengatasi panas dan silau akibat radiasi matahari.
Sementara untuk kualitas cahaya, prinsipnya mirip seperti pencahayaan buatan (sumber cahaya dari lampu)
Seorang arsitek yang beberapa kali mendesain skylight—menuturkan, desain pencahayaan alami bermula dari penentuan fungsi ruang yang diikuti dengan daftar kegiatan di ruang itu.
Dari analisis tersebut bisa didapatkan daftar kebutuhan, termasuk besar kebutuhan cahaya.
Secara umum, proses masuknya cahaya alami terbagi menjadi 2, side lighting (cahaya dari samping) dan top lighting (cahaya dari atas).
Side lighting (misalnya jendela) memiliki kelebihan lain, yakni memasukkan view luar ke dalam ruang.
Pada banyak kasus, jendela kerap tidak bisa dibuat—umumnya karena berbatasan dengan dinding tetangga.
Oleh sebab itu, cahaya hanya bisa masuk dari atas (top lighting). Dengan top lighting (misalnya skylight), kita tidak mendapatkan banyak view seperti jendela tapi cahaya yang didapat bisa lebih berkualitas dan merata.